Philokoffie Kini : Masihkah Bisa Disebut Rumah Kedua?

"There's a million places I can go
But without you it ain't home
It ain't home..."

-Westlife, Home

Selepas acara peluncuran antologi puisi Mengakrabi Sunyi yang digelar di Aula Kantor Dinas Pendidikan Kota Blitar, saya menyempatkan diri ke Philokoffie. Rasanya rindu juga, mengingat beberapa minggu ini saya absen "pulang" ke sini.

Jam empat sore ini di Philokoffie terasa sepi. Deretan meja kursi membisu. Tak ada alunan lagu yang biasa terdengar dari laptop di sudut ruangan.

Saya membalas senyum dan sapa ramah Mas Kharis, sebelum mengambil tempat di teras.

Saya dan Fahri sempat bertukar cerita dengan Mas Kharis. Sekaligus juga memecahkan rasa penasaran akan ke mana perginya Mbak Ratna. Saya menduga, ia tengah berada di Surabaya, berkunjung ke sejumlah kafe di sana.

***

Faktanya, justru lebih mengejutkan. Mbak Na sudah tak berada di kafe ini lagi sejak dua hari lalu. Alasannya, karena perbedaan prinsip. Jawaban bernada santai itu sontak memukul batin saya. Ada rasa kehilangan yang tiba-tiba menyergap benak.

Seperti biasa, saya meminjam ruang shalat untuk menunaikan Ashar. Inilah saat saya menemukan wajah Philokoffie yang tak biasa. Kesannya "kosong". Ruang lesehan baca pun tak lagi padat buku. Mukena yang biasa ada di ruang shalat pun tak terlihat lagi.

***

Mungkin boleh dikatakan berlebihan, tapi inilah yang saya rasakan.

Saya kehilangan Philokoffie. Saya kembali mencari apa yang dapat disebut "rumah" di tempat ini. Mungkin benar, selama ini Philokoffie saya sebut Rumah Kedua bukan karena tempatnya, tapi lebih pada suasana kekeluargaannya. Dan sejak Mbak Na tak ada, suasana itu pun memudar.

Saya tak yakin, apakah saya akan sering mengunjungi Philokoffie lagi setelah sore ini.

***

Di mana pun Mbak Na sekarang, saya hanya ingin berterimakasih. Untuk pernah menciptakan Rumah yang tak jemu saya pulangi tiap Ahad sore. Juga untuk buku-buku bagus yang pernah saya baca.

Saya hanya dapat membingkiskan puisi sederhana untuk Mbak Na. Puisi berjudul Kepada Barista Perempuan di Kafe Timur Kota itu dapat dibaca dalam buku Antologi Puisi Mengakrabi Sunyi. Bisa juga didengarkan deklamasinya, yang dibawakan begitu syahdu oleh Mbak Faridha di Facebook saya.

Satu lagi. Saya merasa, Mas Kharis dan Mbak Na adalah dua perbedaan yang saling melengkapi. Philokoffie tanpa Mbak Na tidak lagi bisa disebut Rumah Kedua. Dan Rumah Kedua tanpa Mas Kharis, itu bukan Philokoffie.

Saya harap, Philokoffie dapat menjadi Rumah Kedua saya lagi. Semoga.[]

10 Desember 2017
Selepas senja di teras Philokoffie
Adinda RD Kinasih

Keterangan Foto : lupa kapan tepatnya, foto ini diambil secara candid oleh Mbak Na. Setelah ini, saya pasti rindu tertawa selepas itu lagi, di tempat ini.

Komentar